Sabtu, 26 Februari 2011

Tugas 2 B.indonesia

Nama                 :  Amaliyah
Kelas                 :  3EA10
NPM                   :  11208512
Mata Kuliah        :  Softskill B.indonesia 2

Perbedaan Karangan

1. Latar Belakang

Karangan Merupakan suatu kegiatan menulis usulan usulan yang benar berupa suatu pernyataan pernyataan berupa fakta, kesimpulan kesimpulan yg diambil dari sebuah fakta, dan juga merupakan suatu pengetahuan.

Karangan Terbagi atas 3 bentuk bagian :
a. Karangan Ilmiah
b. Karangan Semi Ilmiah
c.  Karangan Non Ilmiah

Seorang penulis perlu mengikuti tata cara penulisan sesuai dengan ciri-ciri dan syarat-syarat penulisan sesuai dengan karangan apa yang dipilih. Padapenulisan imiah harus taat mengikuti konvensi dari masing-masing bidang ilmu yang ditekuninya dengan berpedoman pada jurnal ilmiahnya. Masing-masing jurnal mempunyai gaya selingkung sendiri yang dapat diikuti pada petunjuk penulisan bagi yang ingin menerbitkan karya ilmiahnya

2. Masalah

Membedakan Jenis karangan ilmiah, semi ilmiah dan non ilmiah.

3. Isi

a. Karangan ilmiah
           
              Karangan ilmiah adalah Suatu karangan atau tulisan yang diperoleh sesuai dengan sifat keilmuannya dan didasari oleh hasil pengamatan, peninjauan, penelitian dalam bidang tertentu, disusun menurut metode tertentu dengan sistematika penulisan yang bersantun bahasa dan isinya dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya/ keilmiahannya.”—Eko Susilo, M. 1995:11

Tujuan karangan ilmiah antara lain:

memberi penjelasan, memberi komentar atau penilaian, memberi saran, menyampaikan sanggahan, serta membuktikan hipotesa.

Jenis karangan ilmiah, diantaranya :

makalah, skripsi, tesis, disertasi dan laporan penelitian. Kalaupun jenisnya berbeda-beda, tetapi keempat-empatnya bertolak dari laporan, kemudian diberi komentar dan saran. Perbedaannya hanya terletak pada kekompleksannya.

Karangan ilmiah mempunyai beberapa ciri, antara lain:

1.Kejelasan.
    Artinya semua yang dikemukakan tidak samar-samar, pengungkapan maksudnya tepat dan jernih.
2.Kelogisan.
   Artinya keterangan yang dikemukakan masuk akal.
3.Kelugasan.
   Artinya pembicaraan langsung pada hal yang pokok.
4.Keobjektifan
   Artinya semua keterangan benar-benar aktual, apa adanya.
5.Keseksamaan
 Artinya berusaha untuk menghindari diri dari kesalahan atau kehilafan betapapun   kecilnya.
6.Kesistematisan
    Artinya semua yang dikemukakan disusun menurut urutan yang memperlihatkan   kesinambungan.
7.Ketuntasan.
    Artinya segi masalah dikupas secara mendalam dan selengkap-lengkapnya.

Syarat karangan ilmiah :
Suatu karangan dari hasil penelitian, pengamatan, ataupun peninjauan dikatakan ilmiah jika memenuhi syarat sebagai berikut :

1. Penulisannya berdasarkan hasil penelitian.
2. Pembahasan masalahnya objektif sesuai dengan fakta.
3. Karangan itu mengandung masalah yang sedang dicari pemecahannya.
4. Baik dalam penyajian maupun dalam pemecahan masalah digunakan metode  tertentu.
5. Bahasa yang digunakan hendaklah benar, jelas, ringkas, dan tepat sehingga tidak terbuka kemungkinan bagi pembaca untuk salah tafsir (hindarkan dari penggunaan bahasa yang maknanya bersifat konotasi/ambigu).

Melihat persyaratan di atas, seorang penulis karangan ilmiah hendaklah memiliki ketrampilan dan pengetahuan dalam bidang :

1. Masalah yang diteliti.
2. Metode penelitian.
3. Teknik penulisan karangan ilmiah.
4. Penguasaan bahasa yang baik.

b. Karangan semi Ilmiah


Karangan semi ilmiah adalah karangan ilmu pengetahuan yang menyajikan fakta pribadi dan di tulis sesuai metodologi penulisan yg benar. Yaitu sebuah penulisan yang menyajikan fakta dan fiksi dalam satu tulisan dan penulisannyapun tidak semiformal tetapi tidak sepenuhnya mengikuti metode ilmiah yang sintesis-analitis karena sering di masukkan karangan non-ilmiah. Maksud dari karangan non-ilmiah tersebut ialah karena jenis Semi Ilmiah memang masih banyak digunakan misal dalam komik, anekdot, dongeng, hikayat, novel, roman dan cerpen.
Karakteristiknya :  berada diantara ilmiah.

Ciri ciri karangan ini diantaranya :

~ Ditulis berdasarkan fakta Pribadi.
~ Fakta yg di simpulkan subyektif.
~ Gaya bahasa formal dan populer.
~ Mementingkan diri penulis.
~ Melebih lebihkan sesuatu.
~ Usulan bersifat Argumentatif.
~ Bersifat Persuasif.

Contoh dari Karangan semi ilmiah diantaranya adalah artikel, Editorial, opini, Tips dan juga resensi buku.

c. Karangan Non Ilmiah

Karangan Non ilmiah adalah karangan yang menyajikan fakta pribadi tentang pengetahuan dan pengamatan dalam kehidupan sehari hari. Satu ciri yang pasti ada dalam tulisan fiksi adalah isinya yang berupa kisah rekaan. Kisah rekaan itu dalam praktik penulisannya juga tidak boleh dibuat sembarangan, unsur-unsur seperti penokohan, plot, konflik, klimaks, setting.

Ciri cirinya antara lain :

~ Ditulis berdasarkan fakta pribadi.
~ Fakta yg disimpulkan bersifat subyektif.
~ Gaya bahasa konotatif da populer.
~ Tidak memuat hipotesis.
~ Penyajian dibarengi dengan sejarah.
~ Bersifat Imajinatif.
~ situasi di dramatisir.
~ bersifat persuasif.

Contoh karangan Non ilmiah diantaranya : dongeng, cerpen, novel, drama, dan roman.

Perbedaan antara karya ilmiah dan non ilmiah
- Karya ilmiah bersifat metodis dan sistematis sedangkan pada non ilmiah tidak sistematis.
- Karya ilmiah harus merupakan pembahasan suatu hasil penelitian (faktual objektif). Sedangkan non ilmiah bukan hasil dari suatu penelitian.
-  Karya dalam pembahasannya, tulisan ilmiah menggunakan ragam bahasa ilmiah sedangkan non ilmiah tidak menggunakan kode etik penulisan.

4. Simpulan

Maka perbedaan karangan semi ilmiah, ilmiah, dan non ilmiah adalah terdapat pada bahasa, struktur, dan kodifikasi karangan. Pada karangan ilmiah terdapat bahasa yang sistematis dan khusus sesuai dengan bidang ilmu tertentu. Pada karangan semi ilmiah terdapat sedikit bahasa yang terlalu teknis,lebih mengutamakan pemakaian istilah umum daripada istilah khusus. Dan karangan non ilmiah tidak menggunakan bahasa yang baku. Ketiga jenis karangan tersebut memiliki ciri-ciri yang berbeda, digunakan sesuai dengan kebutuhan karangan apa yang ingin dibuat.

Daftar Pustaka

·           Niknik M.Kuntarto,2007.“cermat dalam berbahasa teliti dalam berfikir”.
·           Pustaka web site. www.id.wikipedia.com

Tugas 1 B.indonesia

Nama               :  Amaliyah
Kelas               :  3EA10
NPM                :  11208512
Mata Kuliah     :  Softskill B.indonesia 2

Pendahuluan

1. Latar Belakang

Penalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (observasi empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian. Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga akan terbentuk proposisi–proposisi yang sejenis, berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau dianggap benar, orang menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak diketahui. Proses inilah yang disebut menalar. Dalam penalaran, proposisi yang dijadikan dasar penyimpulan disebut dengan premis dan hasil kesimpulannya disebut dengan konklusi.

Ada dua jenis metode dalam menalar yaitu induktif dan deduktif.

Metode induktif
Metode berpikir induktif adalah metode yang digunakan dalam berpikir dengan bertolak dari hal-hal khusus ke umum. Hukum yang disimpulkan difenomena yang diselidiki berlaku bagi fenomena sejenis yang belum diteliti. Generalisasi adalah bentuk dari metode berpikir induktif.

Metode deduktif
Metode berpikir deduktif adalah metode berpikir yang menerapkan hal-hal yang umum terlebih dahulu untuk seterusnya dihubungkan dalam bagian-bagiannya yang khusus.
Contoh: Masyarakat Indonesia konsumtif (umum) dikarenakan adanya perubahan arti sebuah kesuksesan (khusus) dan kegiatan imitasi (khusus) dari media-media hiburan yang menampilkan gaya hidup konsumtif sebagai prestasi sosial dan penanda status sosial.

2. Masalah

Pengetahuan yang dipergunakan dalam penalaran pada dasarnya bersumber pada rasio atau fakta. Mereka yang berpendapat bahwa rasio adalah sumber kebenaran mengembangkan paham rasionalisme, sedangkan mereka yang menyatakan bahwa fakta yang tertangkap lewat pengalaman manusia merupakan sumber kebenaran   mengembangkan paham empirisme. Maka akan dijelaskan Perbedaan penggunaan penalaran deduktif dan induktif.

3. Isi

Penalaran merupakan aktivitas pikiran yang abstrak, untuk mewujudkannya diperlukan simbol. Simbol atau lambang yang digunakan dalam penalaran berbentuk bahasa, sehingga wujud penalaran akan berupa argumen. Suatu penalaran bertolak dari pengetahuan yang sudah dimiliki seseorang akan sesuatu yang memang benar atau sesuatu yang memang salah. Dalam penalaran, pengetahuan yang dijadikan dasar konklusi adalah premis. Jadi semua premis harus benar. Benar di sini harus meliputi sesuatu yang benar secara formal maupun material. Formal berarti penalaran memiliki bentuk yang tepat, diturunkan dari aturan–aturan berpikir yang tepat sedangkan material berarti isi atau bahan yang dijadikan sebagai premis tepat. Penalaran deduktif memberlakukan prinsip-prinsip umum untuk mencapai kesimpulan-kesimpulan yang spesifik, sementara penalaran induktif menguji informasi yang spesifik, yang mungkin berupa banyak potongan informasi yang spesifik, untuk menarik suatu kesimpulan umum. Jalan induksi mengambil jalan tengah, yakni di antara jalan yang memeriksa cuma satu bukti saja dan jalan yang menghitung lebih dari satu, tetapi boleh dihitung semuanya satu persatu. Induksi mengandaikan, bahwa karena beberapa (tiada semuanya) di antara bukti yang diperiksanya itu benar, maka sekalian bukti lain yang sekawan.
Untuk memperoleh pengetahuan ilmiah dapat digunakan dua jenis penalaran, yaitu Penalaran Deduktif dan Penalaran Induktif.

a. Penalaran Induktif

Penalaran induktif merupakan cara berpikir dimana ditarik suatu kesimpulan yang bersifat umum dari kesimpulan yang bersifat umum dari berbagai kasus yang bersifat individual. keuntungannya adalah bersifat ekonomis dimungkinkan proses penalaran selanjutnya.
Penalaran induktif terkait dengan empirisme. Secara empirisme, ilmu memisahkan antara semua pengetahuan yang sesuai fakta dan yang tidak. Sebelum teruji secara empiris, semua penjelasan yang diajukan hanyalah bersifat sementara.
Penalaran induktif ini berpangkal pada fakta empiris untuk menyusun suatu penjelasan umum, teori atau kaedah yang berlaku umum. Induksi berlangsung dengan generalisasi dan ekstrapolasi pendapat dimana tidak mungkin mengamati semua fakta yang ada, sehingga kesimpulan induktif bersifat logical probability.
Contoh induktif, bisa jadi langsung ke lapangan untuk wawancara secara mengalir (contoh penelitian tentang konflik pilkada di desa X)artinya tidak perlu pakai kuesioner tapi tetapi menggunakan interview guide dan biasanya jenis pertanyaan terbuka dan di lapangan bisa berkembang.
kambing tinggal di bumi, gajah tinggal di bumi, begitu juga dengan singa dan binatang-binatang lainnya. Secara induksi dapat disimpulkan bahwa semua binatang tinggal di bumi.

a. Penalaran deduktif

Penalaran deduktif merupakan prosedur yang berpangkal pada suatu peristiwa umum, yang kebenarannya telah diketahui atau diyakini, dan berakhir pada suatu kesimpulan atau pengetahuan baru yang bersifat lebih khusus. Metode ini diawali dari pebentukan teori, hipotesis, definisi operasional, instrumen dan operasionalisasi. Dengan kata lain, untuk memahami suatu gejala terlebih dahulu harus memiliki konsep dan teori tentang gejala tersebut dan selanjutnya dilakukan penelitian di lapangan. Dengan demikian konteks penalaran deduktif tersebut, konsep dan teori merupakan kata kunci untuk memahami suatu gejala.
contoh deduktif, jika meneliti konsumsi rumah tangga untuk minyak, maka sebelum turun ke lapangan yang dipersiapkan adalah teori konsumsi, permintaan dan penawaran barang, dan lain-lain. pertanyaan yang akan diajukan sudah jelas dan hampir baku, sampelnya jelas, artinya sudah disiapkan semua tinggal mencari data.

Kedua penalaran tersebut di atas (penalaran deduktif dan induktif), seolah-olah merupakan cara berpikir yang berbeda dan terpisah. Tetapi dalam prakteknya, antara berangkat dari teori atau berangkat dari fakta empirik merupakan lingkaran yang tidak terpisahkan. Kalau kita berbicara teori sebenarnya kita sedang mengandaikan fakta dan kalau berbicara fakta maka kita sedang mengandaikan teori (Heru Nugroho; 2001: 69-70). Dengan demikian, untuk mendapatkan pengetahuan ilmiah kedua penalaran tersebut dapat digunakan secara bersama-sama dan saling mengisi, dan dilaksanakan dalam suatu wujud penelitian ilmiah yang menggunakan metode ilmiah dan taat pada hukum-hukum logika.

Upaya menemukan kebenaran dengan cara memadukan penalaran deduktif dengan penalaran induktif tersebut melahirkan penalaran yang disebut dengan reflective thinking atau berpikir refleksi. Proses berpikir refleksi ini diperkenalkan oleh John Dewey (Burhan Bungis: 2005; 19-20), yaitu dengan langkah-langkah atau tahap-tahap sebagai berikut :
  • The Felt Need, yaitu adanya suatu kebutuhan. Seorang merasakan adanya suatu kebutuhan yang menggoda perasaannya sehingga dia berusaha mengungkapkan kebutuhan tersebut.
  • The Problem, yaitu menetapkan masalah. Kebutuhan yang dirasakan pada tahap the felt need di atas, selanjutnya diteruskan dengan merumuskan, menempatkan dan membatasi permasalahan atau kebutuhan tersebut, yaitu apa sebenarnya yang sedang dialaminya, bagaimana bentuknya serta bagaimana pemecahannya.
  • The Hypothesis, yaitu menyusun hipotesis. Pengalaman-pengalaman seseorang berguna untuk mencoba melakukan pemecahan masalah yang sedang dihadapi. Paling tidak percobaan untuk memecahkan masalah mulai dilakukan sesuai dengan pengalaman yang relevan. Namun pada tahap ini kemampuan seseorang hanya sampai pada jawaban sementara terhadap pemecahan masalah tersebut, karena itu ia hanya mampu berteori dan berhipotesis.
  • Collection of Data as Avidance, yaitu merekam data untuk pembuktian. Tak cukup memecahkan masalah hanya dengan pengalaman atau dengan cara berteori menggunakan teori-teori, hukum-hukum yang ada. Permasalahan manusia dari waktu ke waktu telah berkembang dari sederhana menjadi sangat kompleks; kompleks gejala maupun penyebabnya. Karena itu pendekatan hipotesis dianggap tidak memadai, rasionalitas jawaban pada hipotesis mulai dipertanyakan. Masyarakat kemudian tidak puas dengan pengalaman-pengalaman orang lain, juga tidak puas dengan hukum-hukum dan teori-teori yang juga dibuat orang sebelumnya. Salah satu alternatif adalah membuktikan sendiri hipotesis yang dibuatnya itu. Ini berarti orang harus merekam data di lapangan dan mengujinya sendiri. Kemudian data-data itu dihubung-hubungkan satu dengan lainnya untuk menemukan kaitan satu sama lain, kegiatan ini disebut dengan analisis. Kegiatan analisis tersebut dilengkapi dengan kesimpulan yang mendukung atau menolak hipotesis, yaitu hipotesis yang dirumuskan tadi.
  • Concluding Belief, yaitu membuat kesimpulan yang diyakini kebenarannya. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan pada tahap sebelumnya, maka dibuatlah sebuah kesimpulan, dimana kesimpulan itu diyakini mengandung kebenaran.
  • General Value of The Conclusion, yaitu memformulasikan kesimpulan secara umum. Konstruksi dan isi kesimpulan pengujian hipotesis di atas, tidak saja berwujud teori, konsep dan metode yang hanya berlaku pada kasus tertentu – maksudnya kasus yang telah diuji hipotesisnya – tetapi juga kesimpulan dapat berlaku umum terhadap kasus yang lain di tempat lain dengan kemiripan-kemiripan tertentu dengan kasus yang telah dibuktikan tersebut untuk masa sekarang maupun masa yang akan datang.
Proses maupun hasil berpikir refleksi di atas, kemudian menjadi popular pada berbagai proses ilmiah atau proses ilmu pengetahuan. Kemudian, tahapan-tahapan dalam berpikir refleksi ini dipatuhi secara ketat dan menjadi persyaratan dalam menentukan bobot ilmiah dari proses tersebut. Apabila salah satu dari langkah-langkah itu dilupakan atau dengan sengaja diabaikan, maka sebesar itu pula nilai ilmiah telah dilupakan dalam proses berpikir ini.

4.Simpulan

Pernyataan atau konsep adalah abstrak dengan simbol berupa kata, sedangkan untuk proposisi simbol yang digunakan adalah kalimat (kalimat berita) dan penalaran menggunakan simbol berupa argumen. Argumenlah yang dapat menentukan kebenaran konklusi dari premis. Maka terdapat tiga bentuk pemikiran manusia yeng merupakan  aktivitas berpikir yang saling berkait. Tidak ada ada proposisi tanpa pengertian dan tidak akan ada penalaran tanpa proposisi. Bersama–sama dengan terbentuknya pengertian perluasannya akan terbentuk pula proposisi dan dari proposisi akan digunakan sebagai premis bagi penalaran. Atau dapat juga dikatakan untuk menalar dibutuhkan proposisi sedangkan proposisi merupakan hasil dari rangkaian pengertian. Maka dapat disimpulkan bahwa nalar deduktif dan nalar induktif diperlukan dalam proses pencarian pengetahuan yang benar.

Daftar Pustaka
·      Pustaka web site. www.id.wikipedia.com

·       (Kamus Umum Bahasa Indonesia, hal 444 W.J.S.Poerwadarminta. Balai Pustaka 2006)

·     Santoso,Slamet(2009).Penalaran induktif dan dan dedutif. From blogspot.com/search/label/Opini